CHANGE MANAGEMENT
Sebelum ku bertemu kamu, ku memang sudah suka bernyanyi
Sebelum ku kenal dirimu, aku sudah hidup mandiri
Waktu aku masih sendiri, kuringan bebas melangkah pergi
Kini setelah ucapkan janji, aku memang harus selalu kompromi
Dua minggu yang lalu, saya 'dipaksa' perusahaan saya untuk menghadiri sebuah pelatihan yang judulnya 'RAISING PERFORMANCE TRAINING'. Awalnya saya penasaran, karena semua orang yang pergi ke training itu bilang kalau trainingnya fun dan refreshing. Sebenernya training itu sendiri cuma semacam buku Chicken Soup yang diterjemahin ke bentuk training, tapi karena sang trainer menggabungkannya dengan jokes, magic shows dan fun games, trainingnya bisa memberikan kesan menyegarkan terutama setelah pekerjaan rutin yang njelimet.
Tapi saya memang ndablek, saya bukan orang yang bisa mendengarkan sebuah lecture dengan baik. Mungkin karena kemampuan mendengar manusia lebih cepat (350 kata/ menit) daripada kemampuan bicara manusia (150 kata/menit), pikiran saya sering terbang selama selisih 200 kata per menit itu [1].
Setelah dua hari training, saya memberikan ancungan jempol kepada sang trainer, karena dia berusaha keras mempercepat bicarannya mungkin supaya kita semua tidak terlalu mengantuk dan lebih memperhatikan dia. Walau pada akhirnya saya tetap berpikiran bahwa self-development concept itu lumayan omong-kosong (kita semua sebenarnya tau hal yang seharusnya kita lakukan ko'), tapi ada dua topik yang menurut saya sangat menarik: Change Management dan Conflict Resolution [2].
Topik change management sebenernya bukan topik baru, beberapa pelajaran di kampus saya juga mengajarkan tentang pentingnya hal ini. Cuma, saya selalu menganggap bahwa change management ini sebuah topik yang overrated. Ok, we should cope to changes around us but it should not change us so much. Tapi segitu pentingnya kah? Apa perlu kita terus beradaptasi sampai akhirnya merubah identitas diri kita sendiri? Seperti binatang2 dalam teori evolusi. Berlebihan, menurut saya. Contohnya, apa kita perlu menjadi korup ketika masuk sebuah organisasi yang korup?
Baru minggu lalu, saya menyadari pentingnya beradaptasi terhadap sebuah perubahan. Senin lalu, saya naik taksi ke kantor. Dan di perjalanan, sang supir mengoceh banyak sekali. Saya sudah menunjukkan niat saya bahwa hari itu saya tidak mempunyai keinginan untuk berbicara dengan siapapun dengan memasang earphone Ipod saya dan berusaha tidak perduli. Setengah jalan, saya melihat sang supir keukeuh dengan usahanya ngobrol, dan saya pun akhirnya memutuskan untuk mendengarkan ocehannya. Dia curhat. Tentang keadaan Singapore yang makin hari jadi makin mahal (rasanya sih dimanapun juga kaya gitu). Yang menarik dia cerita kalau dia nih ceritanya merasa seperti orang muslim, dia nggak judi, dia nggak minum dan dia nggak merokok. Itu semua dilakukan, karena dia mencoba mengurangi pengeluarannya karena pemasukan yang jumlahnya hampir tetap sementara pengeluarannya meningkat. Saya yakin dia tidak tahu menahu tentang change management, tapi dia bisa mengaplikasikannya dalam hidup dia. Dan saya pun mulai berpikir bahwa change management is not just an overrated concept.
Kadang aku ingin sendiri, akukan juga butuh privacy
Melihat hidup cari inspirasi, masuk ke dalam rumah jiwaku
Tak perlu khawatirkan aku, tak perlu cemburu padaku
Aku kan cukup tahu diri, kan ku jaga cinta ini
I have always been very skeptical about change. I simply hate change. For the very basic reason, change always pushes you out from your comfort zone. Saya selalu bilang kalau saya itu orang yang mudah terbiasa. Terbiasa dengan keadaan sekitar dan menganggapnya sebagai keadaan nyaman buat saya. Oleh karena itu, saya sangat menolak adanya perubahan.
Though I hate 'change' so much, I had embraced changes for many occassions in my life. I arrived at this tiny Island and became a minority. When all my views, values and opinions only made up small percentage of other people living around me. Unconsciously, I have adapted my self to my surrounding accepting views and opinions which are not originated from myself.
Cuma saya baru sadar bahwa selama ini saya menerima perubahan ketika saya memang terpaksa untuk menerimanya. Bukan karena saya yakin perubahan itu bagus dan menerimanya dengan sukarela. Intinya buat saya, berubah itu cuma penting untuk survival. Kalau sudah begini tentunya, saya berubah dengan sangat minimum, dalam waktu selama mungkin, dan dalam setiap kesempatan saya bisa kembali ke keadaan yang lama, saya akan memanfaatkannya.
Nah, training kemarin mengajarkan kita untuk menerima perubahan dengan sukarela dan bagaimana caranya beradaptasi dengan perubahan ini dengan baik. Mungkin, ini saatnya saya mengaplikasikan training itu ke dalam kehidupan saya.
There are things in life that you can't change and have no control over[2]. For those things, you can only change yourself.
Aku tak ingin berubah karena maumu
Aku tak ingin kehilangan dunia yang sudah kupilih
Aku tak ingin kehilangan jati diri
Karena itu cinta berikan daya hidup dan pembebasanku [Sebelum Ku Bertemu Kamu, Oppie Andaresta]
Catlio
420 Bukit Gombak
[1] Saya juga dapet info ini dari training tersebut.
[2] Eminem called it as Destiny.