PERSONAL
"Jangan Nonton Da Vinci Code". Begitu judul email teman saya. Yeah, from rotten tomatoes to imdb, they give better rating to MI3 than Da Vinci Code. But still, I will not pass up the chance to see my favourite actor and actress in one movie. Da Vinci Code, as a movie or a novel, punya arti istimewa tersendiri buat gue. Di balik dari kepandaian Dan Brown untuk mengemas kontrovesi ttg Jesus Bloodline, Feminism dan sebuah alur maju yang menarik [1] , Da Vinci Code menggelitik kepala saya untuk berpikir dan merasa lebih dalam. Waktu saya baca buku itu, saya gak bisa berhenti berpikir bagaimana rasanya menjadi seorang Katolik lalu membaca semua teori ini. Ketika saya selesai membaca halaman terakhirnya, saya punya keberanian buat membrowse komputer saya, mencari sebuah file, lalu mengclicknya dua kali.....Salman Rushdie "The Satanic Verse". Di situ saya mengerti, faith is about no one else but you (and your God of course). It is something so personal that actually nothing can mess it up . Not dumb cartoons [2], silly theories [3] or fake histories.
Kemarin saya chat dengan teman saya. Tentang hidupnya. Tentang hidupnya yang ngoboy sementara orang-orang yang dia kenal semuanya settle, bergelimang secara material, dan mengalami "kemajuan". Saya tertawa. Buat saya, sangat lucu cara dia untuk menjadi sarkastis. Yah saya tahu dan saya yakin dia juga sadar bahwa tiap orang punya potensi yang berbeda. Tiap orang diciptakan berbeda, tiap orang digariskan untuk mengemban kewajibannya sendiri di dunia. Saya kagum karena saya tahu teman saya ini punya caranya sendiri merubah dunia lewat hal-hal yang menurut dia kecil. Tadi malam saya mengerti jalan hidup itu sesuatu yang sangat personal. Jalan hidup itu tentang sebuah individu tertentu dan tidak satu hal pun yang seharusnya bisa merusak. Tidak orang tua yang ambisius, tidak norma yang tidak beralasan dan juga tidak sebuah "kemajuan".
Malamnya di sebuah percakapan telepon, seseorang bertanya "Kenapa bisa merasa seperti itu?". Saya menghela nafas dan bertanya "Kenapa kamu suka makan udang?". "Enak" jawabnya. Saya melanjutkan "kenapa?". Dia diam dan mengerti jawaban pertanyaannya sendiri. Sudah lama saya mengerti, kalau perasaan itu sangat sangat personal. Itu hak mutlak sebuah individu tertentu. Bukan milik seorang imam, seorang ibu ataupun seorang teman dekat.
Silakan memanggil saya egois. Tapi saya yakin ada banyak hal di dalam hidup ini yang memang punya kita sendiri. Hak mutlak punya kita. Mulai dari musik yang saya dengar di handphone saya, sampai kata-kata yang saya tulis di blog ini. Saya cuma muak sama orang-orang yang menilai kalau selera mereka paling bagus [4], orang-orang yang menilai seseorang "maju" dan "mundur" dari kacamatanya sendiri [5] dan orang-orang yang sok tahu tentang perasaan saya dan sekalipun saya bilang bukan tetap memaksa bahwa itu yang seharusnya saya rasa [6].
Catlio
Red Chair
[1] Gue sempat mengambil sebuah persamaan antara Da Vinci Code dengan Supernova nya Dee. Well both mempercantik ceritanya dengan sebuah gimmick yang memang wah dan mencoba membuat sebuah group of fans dari golongan tertentu. Cuma kesimpulan saya, Dan Brown lebih pandai dalam memblend kontroversi yang dia punya dibanding Dee memasukkan semua teori fisika mewah yang dia pernah baca. [7]
[2] Cartoon is a critic. Calvin and Hobbes criticizes those adults who act as five-year-old kid. Than "that" cartoon criticized those who give religion a bad name.
[3] "Theories. All are just Theories" said Robert Langdon.
[4] I think all review should start with..in my ear...in my eyes or in my humble opinion..not just "ah ini selera rendah.." atau "ah novelnya juga biasa aja"
[5] You know..some people wants other people to perceive them as a high quality standard
[6] F*ck them.....
[7] Dan menurut pendapat saya, gimanapun dua gimmicks ini jauh lebih baik ketimbang Djenar menggunakan sejuta kata k*nt*l dan m*m*k di kumpulan cerpennya untuk menarik sebuah kontroversi.