|
Wednesday, February 06, 2008
PINDAHAN
- Bye, 386 - Dua minggu yang lalu, saya pindahan rumah. Mengepak dan mengeluarkanya kembali tidak pernah jadi kegiatan favorit saya. Dan ini pindahan pertama saya tanpa ada 'seseorang' yang membantu saya untuk pack dan unpack barang2 saya. Ditambah dengan cerewetnya nona ini waktu pindahan, sukses membuat pindahan kali ini pindahan paling challenging buat saya.
Jauh hari ku merasa Kau nanti pasti jadi milikku Tlah terjadi semuanya Kuyakin kau nanti di sisiku Tak peduli apa kata yang lain Hati ini hanya ingin dirimu Bagian paling menarik dari pindahan kemarin adalah waktu saya dan kedua housemates saya, kembali ke rumah lama saya, setelah memindahkan semua barang kami ke rumah baru. Kami membersihkan kamar2 kami, kegiatan yang saya yakin gak dilakukan terlalu sering. Lalu, kejadian paling menarik adalah waktu salah satu teman saya bilang kalau dia mau mengucapkan selamat tinggal pada kamarnya. Setelah dia selesai membersihkan kamar, dia masuk ke dalam kamar, menutup pintunya dan keluar beberapa saat kemudian. Lalu bilang, "wah kamar ini bawa banyak keberuntungan buat gue". Gue kaget karena gue tidak mengira bahwa temen gue ini bisa sesentimental itu. Saya memang melankolis, tapi tidak teman saya yang satu itu. Rasanya rumah itu memang benar2 'rumah' buat kami berdua karena kami tinggal paling lama di rumah itu. At least both of us merasakan memulai karir dan pulang ke tempat itu sebagai rumah setelah bekerja.
Dan kini maafkan aku Terlanjur ingini [sayangi] Terlanjur sayangi [ingini] Semua yang ada Sudikah kau terima ku Terlanjur sayangi [ingini] Terlanjur ingini [sayangi] Semua yang ada Di dalam dirimu Saya sendiri juga merasakan sedihnya pergi dari rumah itu. Banyak sekali cerita di rumah itu. And I always hate goodbyes. Jadi selama sembilan taun ini, ketika saya harus pindah sana sini, saya merasakan perasaan yang sama. Yang lucu adalah justru ketika sembilan tahun lalu saya pergi meninggalkan rumah saya yang sebenarnya saya tidak sedih. Dan selama sembilan tahun ini juga saya tidak merindukan rumah saya. Saya masih ingat ketika tiga tahun yang lalu, saya berbincang dengan seorang teman yang menanyakan kenapa bisa saya merasa Singapore rumah saya. Jujur saya malu saat itu atas jawaban saya, tapi memang saya sangat merasa nyaman dengan semua fasilitas di negara ini. Karena itu saya merasa di rumah disini. Saya malu karena saya ini orang Indonesia, yang marah kalau negarasanya dihina dan sangat bangga saat bilang saya warga negara Indonesia, tapi tidak merasa Indonesia rumah saya. Kuterima putusanmu Tak akan, ku tak akan menyesal Kuakui kupaksakan Kubukan manusia sempurna [Semua Yang Ada, D'Cinnamons]
Lalu, saya mulai berpikir secara berbeda. Saya tidak pernah sedih ketika saya meninggalkan rumah saya pagi hari ketika pergi ke kantor. Alasannya saya tahu nanti saya akan pulang ke rumah juga. Saya juga tidak pernah sedih meninggalkan rumah saya ketika saya akan pergi liburan, toh saya tau juga akhirnya saya akan pulang. Mungkin kalau keadannya tidak enak saat liburan saya bisa jadi kangen rumah, tapi saya tidak pernah sedih ketika pergi. Dan saya sadar dimana rumah saya sebenarnya. Saya tidak pernah sedih meninggalkan Jakarta karena saya tahu suatu saat saya akan kembali ke sana. I just actually do not know when. I guess I know now.
- Saya memang sentimentil. Tentang benda mati sekalipun. But once I moved on, I really moved on. Buktinya saya sudah tidak sedih lagi tentang rumah lama saya. Trust me. -
Catlio 420 Lagi lagi sofa biru.
posted by
CaTLio
@ 8:06 PM
1 comments
|
|